Pages

Selasa, 05 November 2013

# Berdampingan Dengan Damai Meski Dari Langit dan Bumi #




# Berdampingan Dengan Damai Meski Dari Langit dan Bumi #

Jika anda membaca berita dengan judul Banten Lama, tentu yang ada dalam pikiran kita adalah sebuah masjid agung yang merupakan situs sejarah kerajaan Banten. Di mana bagi sebagian umat islam mengunjungi Masjid Agung banten lama merupakan salah satu tujuan wisata rohani nyang tidak boleh terlewatkan.
Masjid Agung Banten terletak di Kompleks bangunan masjid di Desa Banten Lama, Kecamatan Kasemen, sekitar 10 km sebelah utara Kota Serang. Masjid ini dibangun pertama kali oleh Sultan Maulana Hasanuddin  (1552-1570), sultan pertama Kesultanan Demak.
                                                                                    Ia adalah putra pertama Sunan Gunung Jati
Salah satu kekhasan yang tampak dari masjid ini adalah adalah atap bangunan utama yang bertumpuk lima, mirip pagoda China. Ini adalah karya arsitektur China yang bernama Tjek Ban  Tjut. Dua buah serambi yang dibangun kemudian menjadi pelengkap di sisi utara dan selatan bangunan utama.
Di serambi kiri masjid ini terdapat kompleks makam Sultan-sultan Banten dan keluarganya, yaitu Maulana Hasanuddin dengan Permaisurinya , Sultan Ageng Tirtayasa  dan Sultan Abu Nashr Abdul Kahhar (Wikipedia)

Selain untuk berwisata sejarah juga untuk berwisata ziarah, di komplek makam inilah justru para pengunjung lebih banyak tumpah ruah bahkan berdesakan, “ingin mencari berkat”  kata salah seorang dari mereka. Meski kita tidak pernah tahu niat hati setiap orang yang berziarah, tapi jika diperhatikan dengan seksama seringkali terjadi praktek-praktek kemusyrikan yang tidak sesuai dengan tuntutan Syari’at Islam. Seperti mengambil tanah, kerikil atau apa saja yang bisa disimpan untuk dijadikan jimat sebagai penyelamat dari malapetaka.

 Komplek wisata rohani masjid agung Banten  ini tidak pernah sepi dari peziarah. Di bulan-bulan tertentu seperti Muharram, Rajab, Sya’ban dan Dzuhijjah pengunjung bisa membludak dan berdesakan .
Jika diperhatikan komplek masjid ini juga ramai dengan orang yang berjualan berbagai aneka makanan dan souvenir.  Sebagai komplek situs sejarah, selain masjid Agung kita juga bisa menemukan reuntuhan istana kaibon dan istana surosowan
Istana Kaibon adalah sebuah istana tempat tinggal Ratu Aisyah ibunda dari Sultan Syarifuddin. Bentuknya hanyalah tinggal reruntuhan saja. Disampingnya ada sebuah Pohon besar dan sebuah Kanal. Menurut penduduk sekitar, dulunya ini adalah sebuah istana yang sangat megah. Namun, Pada tahun 1832, Belanda menghancurkannya saat terjadi peperangan melawan Kerajaa Banten.

Tidak Jauh dari Istana Keraton Kaibon, terdapat sebuah situs Istana Surosoan yang merupakan Kediaman para Sultan Banten, dari Sultan Maulana Hasanudin hingga Sultan Haji yang pernah berkuasa pada tahun 1672-1687.

Nah…ini yang agak tersembunyi, banyak yang belum tahu, hanya beberapa kilo meter ke arah utara dari masjid Agung  Banten lama ada sebuah vihara yang cukup megahjuga dibangun belasan abad silam merupakan pusat kegiatan umat budha tidak hanya yang ada di Banten tapi juga daerha JABODETABEK, sama halnya bdengan masjid agung  Banten Vihara ini merupakan salah satu Vihara tertua di Indonesia. Keberadaan Vihara ini diyakini merupakan bukti bahwa pada saat itu penganut Agama yang berbeda dapat hidup berdampingan dengan damai tanpa Konflik yang berarti.
Kalau kita menelusuri bagian dalam Vihara, suasananya sangat tenang dan sejuk karena banyak pepohonan rindang dan terdapat tempat duduk yang nyaman untuk beristirahat. Menyusuri tembok  koridor Vihara yang menghubungkan bangunan satu dengan yang lainnya ini terdapat relief cerita hikayat Ular Putih, yang dilukis dengan berwarna-warni sebagai elemen estetis.

 Nama Vihara ini diambil dari nama seorang Buddha yakni Buddha Avalokitesvara , telah berdiri sejak abad ke 16 dan merupakan salah satu Vihara tertua di Indonesia. Menurut cerita para pengurus vihara yang telah mengurus vihara selama puluhan tahun, vihara ini dibangun oleh salah satu raja Banten yang pernah memerintah di tahun 1652 bernama Syeikh Syarief Hidayatullah. Saat itu Syeikh Syarief Hidayatullah menikahi seorang putri Tiongkok. Sunan Gunung Jati yang merupakan salah seorang dari wali songo, melihat bahwa ada banyak perantau dari Cina yang membutuhkan tempat ibadah. Maka kemudian Sunan Gunung Jati berinisiatif untuk membangun sebuah Vihara untuk tempat peribadatan umat Budha pada masa itu, vihara tersebut kemudian diberi nama Vihara Avalokitesvara.

Untuk masyarakat Banten sendiri, bangunan vihara ini tidak hanya sekedar menjadi bangunan bersejarah ataupun tempat peribadatan semata, tetapi juga sebagai simbol bagaimana masyarakat lampau mampu mewariskan keharmonisan dalam menghadapi setiap perbedaan yang ada. Kita semua tahu masyarakat Banten dikenal sebagai komunitas mayoritas  muslim, tapi nyatanya keharmonisan beragama di kawasan banten lama ini terjalin sangat baik. bahkan tak jarang penduduk yang tinggal di sekitar kawasan vihara ikut terlibat dan membantu ketika ada acara dan perayaan - perayaan di Vihara. Salah satu bukti bahwa Islam itu Rahmatan Lil’Alamin, banyak perbedaaa  jika umat islam menjadi kelompok minoritas di suatu tempat tertentu.

Berbeda dengan Masjid Agung Banten, kalau dalam komplek Vihara Avalokitesvara tidak ada orang yang berjualan. Mungkin karena peziarah di Masjid Agung Banten jauh lebih banyak dari pada di Vihara maka di sanalah berlaku teori ekonomi “bahwa di mana ada orang berkumpul di situ juga akan terjadi transaksi ekonomi,..atau karena alasan lain..Wallohu ‘Alamu Bish Showab *_*….@Banten,5 Nov 13/ 1 M  1435 H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar