# Berdampingan Dengan Damai Meski Dari Langit dan Bumi #
Jika anda membaca berita dengan judul Banten Lama, tentu
yang ada dalam pikiran kita adalah sebuah masjid agung yang merupakan situs
sejarah kerajaan Banten. Di mana bagi sebagian umat islam mengunjungi Masjid
Agung banten lama merupakan salah satu tujuan wisata rohani nyang tidak boleh terlewatkan.
Masjid Agung Banten terletak di Kompleks bangunan masjid di Desa Banten
Lama, Kecamatan Kasemen, sekitar 10 km sebelah utara Kota Serang. Masjid ini
dibangun pertama kali oleh Sultan Maulana
Hasanuddin (1552-1570), sultan
pertama Kesultanan Demak.Ia adalah putra pertama Sunan Gunung Jati
Salah satu kekhasan yang tampak dari masjid ini adalah adalah atap bangunan utama yang bertumpuk lima, mirip pagoda China. Ini adalah karya arsitektur China yang bernama Tjek Ban Tjut. Dua buah serambi yang dibangun kemudian menjadi pelengkap di sisi utara dan selatan bangunan utama.
Di serambi kiri masjid ini terdapat kompleks makam
Sultan-sultan Banten dan keluarganya, yaitu
Maulana Hasanuddin dengan Permaisurinya , Sultan Ageng Tirtayasa dan Sultan Abu Nashr Abdul Kahhar
(Wikipedia)
Selain untuk berwisata sejarah juga untuk berwisata ziarah,
di komplek makam inilah justru para pengunjung lebih banyak tumpah ruah bahkan
berdesakan, “ingin mencari berkat” kata
salah seorang dari mereka. Meski kita tidak pernah tahu niat hati setiap orang
yang berziarah, tapi jika diperhatikan dengan seksama seringkali terjadi
praktek-praktek kemusyrikan yang tidak sesuai dengan tuntutan Syari’at Islam.
Seperti mengambil tanah, kerikil atau apa saja yang bisa disimpan untuk
dijadikan jimat sebagai penyelamat dari malapetaka.
Komplek wisata rohani
masjid agung Banten ini tidak pernah sepi dari peziarah. Di bulan-bulan tertentu seperti
Muharram, Rajab, Sya’ban dan Dzuhijjah pengunjung bisa membludak dan berdesakan
.
Jika diperhatikan komplek masjid ini juga ramai dengan orang
yang berjualan berbagai aneka makanan dan souvenir. Sebagai komplek
situs sejarah, selain masjid Agung kita juga bisa menemukan reuntuhan istana
kaibon dan istana surosowan
Istana
Kaibon adalah sebuah istana tempat tinggal Ratu Aisyah ibunda dari Sultan Syarifuddin.
Bentuknya hanyalah tinggal reruntuhan
saja. Disampingnya ada sebuah Pohon
besar dan sebuah Kanal. Menurut penduduk
sekitar, dulunya ini adalah sebuah istana
yang sangat megah. Namun, Pada tahun 1832, Belanda menghancurkannya saat terjadi
peperangan melawan Kerajaa Banten.
Tidak
Jauh dari Istana Keraton Kaibon, terdapat sebuah situs
Istana Surosoan yang merupakan Kediaman para Sultan Banten, dari Sultan Maulana Hasanudin hingga Sultan Haji yang pernah berkuasa pada tahun 1672-1687.
Nah…ini yang agak tersembunyi, banyak yang belum tahu, hanya
beberapa kilo meter ke arah utara dari masjid Agung Banten lama ada sebuah vihara yang cukup
megah, juga dibangun belasan abad silam
merupakan pusat kegiatan umat budha tidak hanya yang ada di Banten tapi juga
daerha JABODETABEK, sama halnya bdengan masjid agung Banten Vihara ini merupakan
salah satu Vihara tertua di Indonesia. Keberadaan Vihara ini diyakini merupakan
bukti bahwa pada saat itu penganut Agama yang berbeda dapat hidup berdampingan
dengan damai tanpa Konflik yang berarti.
Kalau kita menelusuri bagian dalam Vihara, suasananya sangat tenang dan sejuk
karena banyak pepohonan rindang dan terdapat tempat duduk yang nyaman untuk
beristirahat. Menyusuri tembok koridor
Vihara yang menghubungkan bangunan satu dengan yang lainnya ini terdapat relief
cerita hikayat Ular Putih, yang dilukis dengan berwarna-warni sebagai elemen
estetis.
Nama Vihara ini diambil dari nama
seorang Buddha yakni Buddha
Avalokitesvara , telah berdiri sejak abad ke 16 dan merupakan salah satu Vihara
tertua di Indonesia. Menurut cerita para pengurus vihara yang telah mengurus
vihara selama puluhan tahun, vihara ini dibangun oleh salah satu raja Banten
yang pernah memerintah di tahun 1652 bernama Syeikh Syarief Hidayatullah. Saat itu Syeikh Syarief Hidayatullah
menikahi seorang putri Tiongkok. Sunan Gunung Jati yang merupakan salah seorang
dari wali songo, melihat bahwa ada banyak perantau dari Cina yang membutuhkan
tempat ibadah. Maka kemudian Sunan Gunung Jati berinisiatif untuk membangun sebuah
Vihara untuk tempat peribadatan umat Budha pada masa itu, vihara tersebut
kemudian diberi nama Vihara Avalokitesvara.Untuk masyarakat Banten sendiri, bangunan vihara ini tidak hanya sekedar menjadi bangunan bersejarah ataupun tempat peribadatan semata, tetapi juga sebagai simbol bagaimana masyarakat lampau mampu mewariskan keharmonisan dalam menghadapi setiap perbedaan yang ada. Kita semua tahu masyarakat Banten dikenal sebagai komunitas mayoritas muslim, tapi nyatanya keharmonisan beragama di kawasan banten lama ini terjalin sangat baik. bahkan tak jarang penduduk yang tinggal di sekitar kawasan vihara ikut terlibat dan membantu ketika ada acara dan perayaan - perayaan di Vihara. Salah satu bukti bahwa Islam itu Rahmatan Lil’Alamin, banyak perbedaaa jika umat islam menjadi kelompok minoritas di suatu tempat tertentu.
Berbeda dengan Masjid Agung Banten, kalau dalam komplek Vihara
Avalokitesvara tidak ada orang yang berjualan. Mungkin karena peziarah di
Masjid Agung Banten jauh lebih banyak dari pada di Vihara maka di sanalah
berlaku teori ekonomi “bahwa di mana ada orang berkumpul di situ juga akan
terjadi transaksi ekonomi,..atau karena alasan lain..Wallohu ‘Alamu Bish Showab
*_*….@Banten,5 Nov 13/ 1 M 1435 H

Tidak ada komentar:
Posting Komentar